Selamat datang di Islam And Muslim Blog, tempat kita untuk saling berbagi dan belajar bersama serta mengenal lebih dalam tentang Islam

Sabtu, 14 Agustus 2010

Penjelasan Tasawuf dan Sufi (Bagian 3)

WIHDAH AL-WUJUD

Pemahaman hulul wa al-ittihad mengantarkan para sufi pada perkataan wihdah al-wujud. Istilah ini berdasar pola pikir orang-orang sufi bermakna, bahwa dalam hal ini tidak ada yang wujud kecuali Allah. Maka, tidaklah segala yang nampak ini kecuali penjelmaan dzat-Nya semata. Yaitu, Allah. Maha Suci Allah, Rabb kita, Rabb yang Maha Mulia dari apa yang mereka sifatkan.

Ibnu Arabi berkata :

"Tidak ada yang tampak ini kecuali Allah, dan tidaklah Allah mengetahui kecuali Allah".

Dan termasuk dalam keyakinan ini adalah orang-orang yang mengatakan dalam kitab Al-Futuhat Al-Makiyah, I/354:

"Akulah Allah, Maha Suci Aku".

Seperti, Abu Yazid Al-Bustahmi Berkata :

"Rabb itu haq dan hamba itu haq. Maka, betapa malangku. Siapakah kalau demikian yang menjadi hamba ? Jika aku katakan hamba, maka yang demikian itu haq, atau aku katakan Rabb, sesungguhnya aku hamba".

Dikatakan pula dalam kitab Fushush Al-Hikam, hal.90 :

"Suatu saat hamba menjadi Rabb tanpa diragukan, dan suatu saat seorang hamba menjadi hamba tanpa kedustaan".

Keberanian mereka kepada Allah sampai puncaknya ketika tukang sya'ir mereka, Muhammad Baha'uddin Al-Baithar mengatakan dalm kitab Shufiyat, hal.27 :

"Tidaklah anjing dan babi itu melainkan sesembahan kita, dan tidaklah Allah itu melainkan rahib-rahib yang ada dalam gereja-gereja".

Pensyarah kitab Aqidah At-Thahawiyah, Ibnu Abil 'Izzi Al-Hanafi, berkata [Syarh Al-Aqidah Ath-Thahawiyah, hal.79] :"Perkataan yang demikian itu mengantarkan manusia pada teori hulul wa al-ittihad. Hal ini lebih keji daripada kafirnya orang-orang Nashrani. Karena orang-orang Nashrani mengkhususkan menyatunya Alllah hanya dengan Al-Masih, sedangkan mereka memberlakukan secara umum terhadap seluruh mahluk. termasuk keyakinan mereka pula, bahwa Fir'aun dan kaumnya memiliki kesempurnaan iman, sangat mengenal Allah secara hakiki.

Termasuk dari cabangnya pula, bahwa para penyembah berhala berada diatas kebenaran, dan mereka sesungguhnya beribadah kepada Allah, tidak kepada lainnya. Keyakinan lainnya, tida ada perbedaan dalam penghalalan dan pengharaman antara ibu, saudara perempuan dan yang bukan mahram. Dan tidak ada perbedaan antara air dengan khamer, zina dengan nikah. Semuanya itu berasal dari sumber yang satu. Dan termasuk cabangnya pula, bahwa para nabi mempersempit manusia. Maha Tinnggi Allah dari apa yang mereka katakan".

Keyakinan semacam ini merupakan puncak tertinggi dari kekafiran, yang dengannya hancurlah seluruh agama, membatalkan seluruh syari'at, dihalalkan seluruh perkara yang diharamkan, dan disamakannya orang yang beriman dengan orang fasik, orang bertaqwa dengan orang binasa, muslim dengan mujrim, yang hidup dengan yang mati. Berfirman Allah Subhanahu wa Ta'ala.
"Artinya : Apakah Kami hendak menjadikan orang-orang muslim seperti orang-orang yang suka berbuat dosa, bagaimana kalian dengan apa yang kalian putuskan. Apakah kalian mempunyai kitab yang dapat dibaca ? [Al-Qalam : 35-37].

Benar, mereka mempunyai kitab selain Al-Qur'an. yaitu, Al-Fushush Al-Hikam dan Al-Futuhat Al-Makkiyah. Dan telah berfirman Allah Subhanahu wa Ta'ala.
"Apakah Kami hendak menjadikan orang yang beriman dan beramal shalih seperti orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi. Ataukah Kami hendak menjadikan orang-orang yang bertaqwa seperti orang-orang kafir". [Shad : 28].

Dan apa yang kami paparkan di sini bukanlah hasil istimbath kami dan bukan pula ijtihad. Akan tetapi, semua itu adalah perkataan mereka yang diucapkan dengan lisannya. Yang syaikh paling senior diantara mereka selalu mengulang kekafirannya dan menyatakan kefasikannya.

Bila pembaca menghendaki hakikat yang kami paparkan dan dalil yang kami kukuhkan, maka lihatlah kitab Al-Fathu Ar-Rabbani dan Al-Faidh Ar-Rahmani, karangan Abdul Ghani An-Nablisi hal. 84,85,86,87.

Semoga Allah memaafkan kita.

(bersambung…)



[Disadur dari kitab Al-Islam fi-Dha'u Al-Kitab wa As-Sunnah, oleh Salim Al-Hilali dan Ziyad Ad-Dabij cet.II, hal. 81-97]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar